Google

Rabu, 18 Juni 2008

Menentang Teori "clash of civilizations"

Kiranya, kita perlu mengingat kembali dan mengambil hikmah dari pertemuan besar Parlemen Agama-agama Dunia yang berlangsung tujuh tahun sebelum awal abad ke XX itu. Pertemuan ini telah menjadi titik balik dalam sejarah umat manusia dan berhasil membuktikan kepada dunia bahwa kesucian, kemurnian, dan kemurahan hati bukan suatu milik eksklusif dari agama tertentu di dunia. Amat disayangkan, bila ada yang memimpikan kelangsungan agamanya atau suatu sistem secara eksklusif dan di sisi lain melakukan penghancuran bagi yang lainnya.

----------------

Menciptakan Harmoni, Mewaspadai Benturan Peradaban

Oleh Jai Singh Yadav


ADAKAH cara praktis untuk menciptakan harmoni antaragama? Demikian serangan Swami Vivekananda, pendukung filsafat Vedanta, sejak lama sekali. Kita secara umum mengetahui bahwa berbagai agama itu semuanya benar. Ratusan usaha telah dilakukan untuk merumuskan suatu keyakinan tentang keharmonisan antaragama, untuk membuat semua agama menyatu dalam cinta kasih. Mereka semua telah gagal karena tidak mengadopsi rencana praktis apa pun.

------------

Apakah perdamaian dan harmoni antaragama bisa terwujud? Jawabannya ada pada perkataan Swami yang agung, bahwa diakui secara umum, semua agama di dunia ini benar, tetapi manusia menunjukkan tidak ada praktis yang dapat membawa mereka untuk bersama-sama, yang memungkinkan tiap orangnya mempertahankan individualitas miliknya dalam kebersamaan yang beraneka-ragam itu. Rencana menciptakan dan membangun harmoni sendiri secara praktik tidak akan merusak individualitas manusia dalam agama, dan pada saat yang sama menunjukkan kepadanya suatu titik penyatuan dengan yang lain. Namun, sejauh ini, sungguh disesalkan, semua rencana harmoni keagamaan yang telah dicoba, ketika diusulkan untuk mengambil semua pandangan keagamaan yang beraneka-ragam, dalam praktiknya, mencoba mengikat mereka semua ke dalam beberapa doktrin. Hal ini malahan telah menciptakan lebih banyak lagi sekte, perkelahian, pergulatan, dan saling-sikut serta saling dorong satu sama lain.

Dalam konteks inilah Vivekanda tampil ke muka dengan proposalnya yang fantastik, alami dan pragmatik melalui sebuah filsafat, Pertama, jangan menghancurkan. Jangan patahkan, jangan tarik sesuatu ke bawah, tetapi membangun. Bantulah, jika Anda bisa; jika tidak bisa; lipatkan tangan sebagai tanda mohon maaf, tunggulah dan amatilah apa yang sedang berlangsung. Jangan melukai, jika Anda tidak bisa memberikan bantuan. Jangan keluarkan kata-kata terhadap pendirian seseorang sejauh mereka tulus.

Kedua, ajaklah seseorang dari tempatnya berdiri, dan dari sana beri ia suatu tumpangan. Jika benar bahwa Tuhan adalah pusat semua agama, dan tiap orang dari kita sedang bergerak menuju-Nya sepanjang satu dari radius ini, maka pastilah kita semua akan mencapai pusat itu. Ketika tiba di pusat, dimana semua radius bertemu, semua perbedaan akan berhenti; tetapi hingga kita sampai di sana (pusat), perbedaan-perbedaan pun pastilah masih ada di sana. Semua radius ini bertemu di pusat yang sama meski berbeda-beda.

Tiap kita, secara alami tumbuh dan berkembang menurut sifat alami kita masing-masing; tiap-tiap kita, suatu saat akan mengetahui kebenaran tertinggi, untuk itu semua, manusia harus mengajari diri mereka sendiri. Apa yang dapat Anda lakukan dan apa yang saya lakukan? Apakah Anda berpikir bahwa Anda dapat mengajar bahkan terhadap seorang anak? Anda tidak bisa. Anak-anak belajar dengan sendirinya. Tugas Anda adalah untuk menyiapkan kesempatan-kesempatan dan menghilangkan berbagai rintangan. Pasti ia akan berkembang sendiri. ... Hal yang sama juga terjadi dalam pertumbuhan spiritual tiap manusia. Tidak ada seorang pun yang dapat mengajari Anda; tak seorangpun dapat membuat Anda menjadi seorang yang spiritual. Anda harus belajar sendiri. Proses pertumbuhan Anda harus lahir dari dalam diri Anda sendiri. ... Ciptakan harmoni dengan alam, dan alam pun akan memberi Anda berkah dari harmoni yang diulurkan oleh Anda. Begitu indahnya konsep harmoni lintas-peradaban yang diajukan Swami Vivekananda.

Kita semua warga negara dari kampung global ini harus berusaha mewujudkan perdamaian dan harmoni dan memahami serta menuntaskan sumber perselisihan.

Titik Balik

Kiranya, kita perlu mengingat kembali dan mengambil hikmah dari pertemuan besar Parlemen Agama-agama Dunia yang berlangsung tujuh tahun sebelum awal abad ke XX itu. Pertemuan ini telah menjadi titik balik dalam sejarah umat manusia dan berhasil membuktikan kepada dunia bahwa kesucian, kemurnian, dan kemurahan hati bukan suatu milik eksklusif dari agama tertentu di dunia. Amat disayangkan, bila ada yang memimpikan kelangsungan agamanya atau suatu sistem secara eksklusif dan di sisi lain melakukan penghancuran bagi yang lainnya. Saat itu, Vivekananda meramalkan bahwa di atas spanduk-spanduk tiap agama akan segera ditulis, meskipun mendapat tentangan: Saling Membantulah dan jangan Bertengkar, Bersatulah dan Jangan saling menghancurkan, Harmoni dan Perdamaian dan bukan Perselisihan.

Dunia saat ini, meskipun berlangsung kemajuan yang pesat dalam pertumbuhan dan pembangunan di bidang saintifik, teknologi, ekonomi dan perdagangan, dan meningkatnya perhatian bagi kesejahteraan umat manusia serta harkat dan martabatnya, berbagai konflik --politik, militer dan seringkali keagamaan, etnik, rasial dan sebagainya-- masih terus berlangsung. Intoleransi masih sangat akut dan menyebar, kebencian dan rasa curiga kini menjadi ancaman global. Agama seringkali dieksploitasi untuk alasan-alasan politik di berbagai bagian bumi ini.

Di sinilah umat manusia secara keseluruhan harus membuat suatu usaha yang disepakati bersama untuk menanggulangi semua permasalahan ini. Bagaimana pun, seseorang tidak boleh terlepas kepercayaannya dalam hidupnya, karena, menurut Vivekananda, di tengah-tengah kekacauan terdapat harmoni, di seluruh suara yang penuh pertentangan ini, ada suatu catatan kerukunan, dan barang siapa bersedia mendengarkannya akan mampu menangkap gaungnya; gaung harmoni itu. Gaung harmoni ada di sekitar kita yang, tentu saja, akan mencegah apa yang disebut the clash of civilizations. Kita tidak perlu memikirkan the clash of civilizations (benturan antarperadaban) tetapi pikirkanlah selalu confluence of civilizations atau pertemuan antarperadaban.

Mari kita secara bersama-sama menjaga harmoni dan menciptakan perdamaian di mana pun kita berada. Jadikanlah, harmoni dan perdamaian sebagai nafas kita bersama agar tidak ada lagi alasan bagi munculnya the clash of civilization. Jangan percaya pada clash of civilizations tetapi percayalah pada confluence of civilizations sebagaimana amanah yang hadir melalui peristiwa akbar Parlemen Agama-agama Dunia tersebut.


* Artikel ini - dikutip sebagian saja -- adalah orasi ilmiah yang disampaikan pada Dies Natalis ke XLIV Universitas Hindu Indonesia (Unhi), Denpasar pada 10 Oktober 2007 di Agung Room, Inna Grand Bali Beach, Sanur - Bali

* Jai Singh Yadav adalah sejarawan, ahli geografi plitik dan hubungan internasional, tinggal di sebuah desa kecil di kawasan Barat Yogyakarta

--------------


* Dunia saat ini, meskipun berlangsung kemajuan yang pesat dalam pertumbuhan dan pembangunan di bidang saintifik, teknologi, ekonomi dan perdagangan, dan meningkatnya perhatian bagi kesejahteraan umat manusia serta harkat dan martabatnya, berbagai konflik masih terus berlangsung. Intoleransi masih sangat akut dan menyebar, kebencian dan rasa curiga kini menjadi ancaman global. Agama seringkali dieksploitasi untuk alasan-alasan politik di berbagai bagian bumi ini.

* Umat manusia secara keseluruhan harus membuat suatu usaha yang disepakati bersama untuk menanggulangi semua permasalahan ini.

* Gaung harmoni ada di sekitar kita yang tentu saja, akan mencegah apa yang disebut the clash of civilizations.

Rabu, 11 Juni 2008

Tragedi FPI- Ahmadiyah


Lebih Canggih dari film "FITNAH"


Tontonlah video ini: Seorang oknum pendakwah FPI berpidato di hadapan massa, mengajak mereka membunuh orang-orang Ahmadiyah. “Khotbah yang mencoreng citra Islam.”
Video ini bersumber dari YouTube dan telah ditayangkan ulang tadi sore di Metro TV. Penyiar Metro TV mengatakan, belum diketahui siapa yang memasukkan video tersebut ke YouTube. Blog Berita melihat rekaman khotbah itu diunggah pada 28 April kemarin oleh seseorang yang mengaku sebagai “wongnews”. Metro TV sempat menayangkan seorang pendakwah, Sekjen FPI Sobri Lubis, yang mengajak umat Islam untuk membunuh jemaat Ahmadiyah. Metro juga mewawancarai pengurus Ahmadiyah sehubungan khotbah ajakan membunuh oleh FPI itu.

Berikut adalah sebagian kutipan khotbah ustad Sobri Lubis:

“Kalau Ahmadiyah tidak mau kembali kepada Islam, kita perangi Ahmadiyah. Perangi Ahmadiyah! Bunuh Ahmadiyah! Bersihkan Ahmadiyah dari Indonesia! Allahu Akbar! Saya pribadi maupun FPI maupun umat Islam yang lain bertanggung jawab, kalau kalian bunuh Ahmadiyah, bilang disuruh oleh ustad Sobri Lubis, saya siap tanggung jawab dunia-akhirat untuk bunuh Ahmadiyah di mana pun berada!”

Sobri Lubis pun menyinggung Wapres Jusuf Kalla, dan Gus Dur yang membela Ahmadiyah:

“Jusuf Kalla, dia bilang apa, ‘Biarkan Ahmadiyah beribadah.’ Datang lagi Gus Dur, ‘Jalan terus, nanti saya lindungi.’ Dalam rangka menjilat barat untuk dapat duit, dapat dukungan jadi calon presiden, dapat dukungan dari iblis Amerika dan setan Inggris. Perangi Ahmadiyah di mana pun mereka berada! Allahu Akbar! Bunuh! Bunuh! Bunuh! Lu merusak aqidah gua. Konyol! Persetan dengan HAM, taik kucing dengan HAM!”

Selain Sekjen FPI, dalam video ini juga terlihat khotbah dua pentolan ormas Islam yang sehaluan dengan FPI. Salah satunya, siapa lagi kalau bukan ustad Abu Bakar Baasyir, orang yang dari dulu getol menyerukan Indonesia menjadi negara Islam. Aku cuma mau bilang sama ustad Baasyir: Indonesia tidak boleh diatur dengan hukum Islam seperti anda perjuangkan selama ini, karena yang mendirikan Indonesia adalah para pahlawan beragama Islam, Kristen, Buddha, Hindu, dll. Jadi sori-sori saja, ustad, bukan nenek-moyangku atau nenek-moyangmu beragama Islam saja yang dulu mengorbankan nyawa demi Indonesia. Kalau ada yang tetap ngotot ingin hidup dalam negara berdasarkan syariat Islam, maka upaya terbaik adalah pindah domisili ke negara-negara Arab, atau yang paling dekat — kalau tak punya ongkos — tinggal di Aceh saja, karena di sana diterapkan syariat Islam.

Selengkapnya, silakan tonton video di bawah ini, yang diambil Blog Berita dari http://youtube.com/watch?v=U7RLCXNdKF4 dengan judul Khotbah yang mencoreng citra Islam. Tekan tanda PLAY di tengah video untuk memulai. Jangan lupa aktifkan speaker di komputermu. Bila engkau tidak melihat kotak video di bawah, mungkin di komputermu belum terpasang Flash Player untuk memainkan video YouTube.

Google