Google

Jumat, 30 Mei 2008

World No Tobacco Day - May 31, 2008


World No Tobacco Day - May 31, 2008







Every year on May 31st, World No Tobacco Day is sponsored by the World Health Organization (WHO) in an effort to shed light on the tobacco epidemic that is threatening the lives of millions of people on this planet every day of the year. The hope is that by raising awareness on a global level, we can begin to break the hold Big Tobacco has on us. This year's initiative puts the focus on stemming the tide of new smokers tobacco manufacturers count on by enacting sweeping bans on all forms of tobacco advertising.

Tens of billions of marketing dollars are spent on tobacco advertising worldwide annually, most of which is aimed directly at recruiting new smokers. And when it comes to new recruits, the most highly valued by Big Tobacco is the young consumer. In fact, the younger the better, because they know that kids are easier to lure in and hook on tobacco, and young people have decades of smoking years ahead of them. Our children are the life blood of the tobacco industry. Without them, their consumer base would dry up as tobacco products kill off long-time users.
Tobacco Marketing
World No Tobacco Day 2008 implores world governments to take firm action to protect young citizens by implementing sweeping bans on tobacco advertising. Studies have shown that children who live in communities where smoking bans are enacted and enforced and tobacco advertising is limited are less likely to experiment with tobacco.

From WHO:

One of the most effective ways countries can protect young people from experimenting and becoming regular tobacco users is to ban all forms of direct and indirect tobacco advertising, including promotion of tobacco products and sponsorship, by the tobacco industry, or any events or activities.

While we need to be proactive at home by educating our kids about tobacco and discouraging them from picking up the habit, it takes more than that - much more. Tobacco use is pervasive in the global community and governmental involvement in anti-smoking legislation is imperative.
Teen Smoking Statistics

* Worldwide, most people start smoking before the age of 18, with nearly one quarter of them trying tobacco for the first time before the age of 10.

* The younger a child is when he or she starts smoking, the stronger the odds are for long-term addiction. And smokers who start very young seem to be less likely to quit.

* Upwards of 85 percent of the 1.8 billion young people aged 10 - 24 in the world live in developing nations where there is little in the way of anti-smoking legislation in place to protect them.

* One way tobacco companies get kids to try their products involves providing free samples. Approximately 50 percent of kids in the world today live in countries that do not ban this type of advertising.

* Studies conducted on a nation-wide scale have shown that tobacco consumption drops up to 16 percent in areas where tobacco advertising bans have been enacted.

* Upwards of 3,000 young people under the age of 18 start smoking every day in the United States alone.

* Globally, 80,000 to 100,000 children 18 and younger start smoking every day. Roughly half of them live in Asia.

* Evidence shows that approximately 50 percent of those who start smoking in adolescent years go on to smoke for 15 to 20 years.

* Half of all long-term smokers will die a tobacco-related death.

3 Critical Tips to Help Your Child Say No to Tobacco

1) Start the Dialog About Smoking Early and Discuss it Often
As parents, we are the single most influential element in our children's lives. Begin talking about the dangers associated with smoking when your kids are young; let them how serious nicotine addiction is. Educate and condition them to have a healthy hatred for smoking. The more you can do early on in your child’s development to turn them away from smoking, the better their chances will be of avoiding it altogether.

Talking to Your Kids About Smoking

2) Teach Kids How to Navigate Peer Pressure
Many children experiment with smoking for the first time with friends. Help them learn to say no with confidence by running through potential scenarios where they might encounter pressure to smoke. Teach them to get comfortable using their voice, and with time and practice, speaking up for themselves will come naturally. Attention to this facet of your child's development will not only help them face down peer pressure successfully, it will set them up to manage other life challenges with confidence as well.

Preparing Youth for Peer Pressure

3) Share The Cold, Hard Facts About Tobacco Use
Don't sugar-coat nicotine addiction by hiding the disfigurement, disease and death that tobacco use leaves in its wake. Using your discretion about what is age-appropriate for your child, share the harsh realities they face from tobacco use. Tell them about how smoking prematurely ages their skin, yellows their teeth, and steals their breath and stamina. Share the stories of those who have lost their lives to tobacco, including family members, if you have them. Show them images of tobacco-related diseases if you feel it's appropriate.

How Smoking Harms Us: Head to Toe

The Bottom Line
When it comes to curbing the steady flow of tender new smokers that tobacco companies constantly work to cultivate, we must all take a proactive stance. Our kids depend on us to protect them until they're able to do so themselves, and shielding them from seductive advertising meant to start a lifetime of addiction should be a top priority.

The face of change always relies on what people are no longer willing to tolerate. When enough like-minded people band together, public opinion begins to shift and change follows. It's time to put our collective foot down and stop Big Tobacco in its tracks. Our children are the future, after all, not a dollar sign in the tobacco industry's profit margin.


-ASY Post
www.asycentre.blogspot.com


Sabtu, 17 Mei 2008

Tanya Jawab tentang kenaikan BBM...

(Menolak Pencabutan Subsidi BBM buat Orang Awam
PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN (FAQ) )

PEMERINTAH MENGATAKAN, AKIBAT KENAIKAN HARGA MINYAK DUNIA, SUBSIDI BBM YANG MENINGKAT DRASTIS AKAN MENGANCAM DEFISIT ANGGARAN NEGERI KITA. BENARKAH?

TIDAK BENAR. Naiknya harga minyak dan gas dunia memang meningkatkan jumlah subsidi BBM. Tapi, juga meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia dari sektor minyak dan gas.
Artinya: naiknya pengeluaran untuk subsidi diimbangi oleh naiknya pendapatan ekspor migas. Anggaran akan aman karenanya.
Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pendapatan ekspor migas kita akan meningkat bersama naiknya harga minyak di pasaran internasional.


APAKAH SUBSIDI BBM MELEBIHI PENDAPATAN KITA DARI EKSPOR MIGAS?
TIDAK BENAR. Pendapatan ekspor migas lebih besar dari subsidi minyak.
Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, pendapatan ekspor migas kita tahun 2005 ini mencapai Rp 175 triliun, naik lebih 40% dari tahun lalu yang hanya Rp 122 triliun.
Sementara itu, masih menurut departemen yang sama, subsidi BBM yang dihitung dengan harga minyak dunia sekarang hanya sebesar Rp 135 triliun.
Artinya ada surplus dari ekspor migas. Dengan kata lain, subsidi tidak akan mengancam defisit anggaran.


BENARKAH SUBSIDI BBM MERUPAKAN PENGELUARAN TERBESAR NEGARA, SEHINGGA JIKA DIPERTAHANKAN BAKAL MENGANCAM KEUANGAN NEGARA?
TIDAK BENAR. Di luar belanja rutin (gaji pegawai, pembelian barang dan belanja pembangunan), pengeluaran terbesar pemerintah pusat ditempati oleh pembayaran utang negara.

Belanja Pemerintah Pusat 2004
(Realisasi)

Belanja Pemerintah Pusat 2004(Realisasi)

Belanja Pemerintah Pusat 2005
(APBN Revisi II)

Belanja Pemerintah Pusat 2005(APBN Revisi II)

Belanja Pemerintah Pusat 2006
(RAPBN)

Belanja Pemerintah Pusat 2006(RAPBN)

BUKANKAH RAKYAT MEMANG HARUS IKUT MENANGGUNG BEBAN MEMBAYAR UTANG NEGARA?
HANYA BENAR SEBAGIAN. Selama ini, rakyat Indonesia secara keseluruhan sudah ikut menanggung beban pembayaran utang negara. Tapi, sebagian besar utang itu sebenarnya tidak layak ditanggung oleh orang kebanyakan, terutama orang miskin.
Indonesia merupakan salah satu negeri pengutang terbesar di dunia. Menteri Keuangan melaporkan pada pertengahan September 2005, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.200 triliun (seribu dua ratus triliun rupiah), atau 52% dari pendapatan kotor negara.
Utang negara itu melonjak drastis setelah krisis, ketika pemerintah memberi subsidi langsung kepada para bankir dan konglomerat senilai Rp 700 triliun. Utang seperti ini tidak layak dibayar oleh rakyat miskin.
Karena besarnya utang, rakyat Indonesia secara keseluruhan menanggung beban berat setiap tahunnya. Sekitar sepertiga hingga separoh (30-40%) pengeluaran pemerintah pusat beberapa tahun terakhir dipakai untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang negara. Makin sedikit yang tersisa untuk belanja kesehatan dan pendidikan.
Pembayaran utang akan meningkat dalam tahun-tahun mendatang: dari Rp 108,7 triliun pada 2004 menjadi Rp 118,5 triliun pada 2006.


WAKIL PRESIDEN JUSUF KALLA MENGATAKAN, KENAIKAN HARGA MINYAK MERUPAKAN SATU-SATUNYA JALAN INDONESIA KELUAR DARI KEBANGKRUTAN. BENARKAH PERNYATAAN ITU?
TIDAK BENAR. Pencabutan subsidi bukan satu-satunya jalan keluar untuk
mencegah kebangkrutan. Ada alternatif lain:

  1. Mengurangi kebocoran belanja rutin, yang selama ini banyak dikorupsi.
  2. Membuat kebijakan transportasi yang hemat energi, mengurangi kemacetan serta lebih mementingkan angkutan publik seperti bus kota dan kerata api ketimbang membuat jalan tol yang hanya dinikmati mobil pribadi orang kaya.
  3. Membuat kebijakan yang bisa mengurangi ketergantungan ekonomi pada minyak. Indonesia memiliki gas bumi yang masih banyak, tapi belum dimanfaatkan. Tapi, pada masa yang akan datang, pemerintah harus mengarahkan pembangunan ekonomi menggunakan sumber energi terbarukan (angin, surya, biodiesel dan sejenisnya).
  4. Meminta pemotongan jumlah utang kepada negeri kreditor dan menghentikan pembayaran obligasi rekap (subsidi langsung yang hanya dinikmati orang kaya).


Dengan memilih mencabut subsidi minyak, pemerintah hanya mau mengambil jalan paling mudah ketimbang bekerja keras membangun sistem ekonomi negara yang lebih sehat.


MENTERI ABURIZAL BAKRIE MENGATAKAN: "PILIH MEMBAKAR RP 60 TRILIUN DI JALAN, ATAU SEKOLAH DAN RUMAH SAKIT GRATIS". APA ARTI PERNYATAAN ITU?
PERNYATAAN ITU MENYESATKAN. Sekolah dan rumah sakit gratis hanya janji kosong. Pemerintah tidak akan mengalihkan Rp 60 triliun tadi, jika ada, untuk belanja pendidikan dan kesehatan.
Tahun 2005, belanja sektor kesehatan hanya Rp 9,9 triliun, sementara pendidikan Rp 30,8 triliun. Bandingkan dengan pengeluaran untuk pembayaran utang, sebesar Rp 93,9 triliun.
Anggaran kesehatan pendidikan dan kesehatan tidak akan meningkat banyak pada 2006 bahkan cenderung turun prosentasenya dibanding pendapatan negara (PDB).
Tidak hanya pendidikan kesehatan yang makin merana. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, air bersih dan perumahan juga menyusut.
Belanja pembangunan terus merosot, sementara pembayaran utang terus meningkat. (Dalam Triliun Rupiah)


2004 2005 2006
Belanja Pembangunan Rp 71,9 Rp 49,6 Rp 45,0
Bayar Utang Rp 108,7 Rp 93,9 Rp 118,5

Lihat Bagan di bawah:

utang vs membangun
BENARKAH SUBSIDI BBM HANYA DINIKMATI ORANG KAYA, YAKNI ORANG-ORANG YANG MEMAKAI BENSIN, SOLAR DAN LISTRIK LEBIH BANYAK?
TIDAK BENAR. Baik orang kaya maupun orang miskin menikmati subsidi BBM. Subsidi BBM adalah subsidi tidak langsung. Artinya bukan bensin, solar atau minyak tanah itu sendiri yang mempunyai arti.
Subsidi BBM menopang daya beli masyarakat. Jika subsidi dicabut, daya beli masyarakat akan jatuh.
Bahan bakar merupakan komponen setiap barang dan jasa yang kita konsumsi (pangan, sandang, perumahan, obat-obatan, layanan pendidikan).
Jika subsidi dihapus, maka harga pangan, sandang, perumahan, obat dan layanan pendidikan meningkat drastis. Orang miskin akan semakin sulit menjangkau kebutuhan pokok dan layanan dasar yang harganya melambung.
Dampak kenaikan harga lebih berat dirasakan orang miskin ketimbang orang kaya.


TAPI, BUKANKAH ORANG KAYA MENGKONSUMSI ENERGI (MINYAK, SOLAR DAN BENSIN) LEBIH BANYAK KETIMBANG ORANG MISKIN, ARTINYA MEREKA MENERIMA SUBSIDI LEBIH BANYAK DARI ORANG MISKIN?
BENAR. Orang kaya memang mengkonsumsi minyak dan energi lebih banyak karena mereka punya rumah lebih besar (listrik lebih banyak, untuk penerangan, kulkas dan AC) dan punya mobil yang haus bensin.
Itu memang tidak adil. Dan harus dikoreksi.


ADAKAH CARA LAIN UNTUK MENGOREKSI KETIDAKADILAN ITU?
ADA. Ketidakadilan dalam konsumsi minyak bersubsidi bisa dikoreksi dengan menerapkan pajak yang sangat tinggi pada mobil pribadi, kulkas, AC, peralatan elektronik dan sebagainya, untuk mengkompensasi tingginya pemakaian bahan bakar mereka.
Dengan mencabut subsidi, bukannya menerapkan pajak tinggi kepada orang kaya, pemerintah telah makin menyengsarakan orang miskin.


TAPI, BUKANKAH ORANG MISKIN SUDAH DIBERI KOMPENSASI?
BENAR. Tapi, jumlahnya sangat sedikit. Kompensasi pencabutan subsidi pada Oktober 2005 ini hanya sebesar Rp 4,7 triliun untuk sekitar 15,5 juta keluarga. Bandingkan angka itu dengan pembayaran utang negara yang mencapai lebih dari Rp 90 triliun.


BUKANKAH SUBSIDI BBM MENYEBABKAN PENYELUNDUPAN?
BUKAN. Penyelundupan disebabkan oleh rendahnya kinerja pemerintah dalam menegakkan hukum, di samping merajalelanya korupsi. Gaji pegawai pemerintah terus meningkat, tapi mengurus penyelundupan tidak bisa. (Dalam Triliun Rupiah).


2004 2005 2006
Belanja Pegawai Rp 54,2 Rp 61,1 Rp 77,7

Minggu, 11 Mei 2008

Welcome Back Sinivasan

Welcome Back

Marimutu Sinivasan

(Sinivasan Tidak Ditangkap karena tidak terlibat kasus BLBI: banyak propaganda politik-media untuk menjatuhkannya)


Kita Bukan Bangsa Tempe


Jika Jepang dan Korsel mampu mandiri dalam bidang industri barang modal dan otomotif, Indonesia juga bisa. Indonesia tak perlu inferior. “Bung Karno bilang, kita bukan bangsa tempe, dan saya ingin mewujudkan kebenaran pandangan itu,“ ujar ayah enam anak yang merintis usaha dari nol sejak 39 tahun silam.

Marimutu Sinivasan lahir di Medan, Sumatra Utara, 17 Desember 1937. Di kota itulah pria keturunan Tamil India ini menempuh pendidikan dasar hingga universitas. Tetapi, ia tidak lama duduk di bangku kuliah Universitas Islam Sumatra Utara, karena keburu bekerja di sebuah perusahaan perkebunan. Tidak lama di sana, kemudian ia terjun ke dunia bisnis. "Saya merasa tidak cocok jadi pegawai," katanya.

Kakek enam cucu ini mulai berbisnis tekstil pada 1958. Dua tahun kemudian ia pindah ke Jakarta. Pada 1962 ia membuka pabrik pembuatan polekat--bahan sarung--yang pertama di Jakarta. Kemudian pada 1967 ia bisa mendirikan perusahaan batik dan selanjutnya membuka pabrik penyelupan. Pada 1972, Sinivasan membeli pabrik batik di Batu, Jawa Timur.

Pada 1977 ia membangun pabrik poliester di Semarang, selanjutnya pada 1985-1986 ia membangun pabrik polimer lagi. Setahun berikutnya, ia membangun pabrik garmen di Ungaran-- sekarang dikelola adiknya, Marimutu Manimaren. Kawasan pabrik Texmaco seluas 1.000 hektare di Subang, Jawa Barat, lengkap dengan sekolah politeknik mesin, diresmikan oleh menteri perindustrian waktu itu, Ir. Hartarto.

Di Serang pulalah pabrik alat berat dan mesin Texmaco dipusatkan. Salah satu produknya, truk Perkasa, dipesan 800 unit oleh TNI. Di Karawang, sebelah timur Jakarta, Texmaco juga membangun kompleks pabrik tekstil seluas 250-an hektare. Produk tekstilnya, merek Simfoni dan Texana, dikenal luas, selain untuk kebutuhan dalam negeri juga banyak dipesan beberapa perusahaan terkenal, seperti Mark & Spencer dari Inggris atau Tomy Helfinger dari Amerika Serikat.

Sinivasan memang termasuk salah seorang pengusaha nasional yang sangat sukses. Penggemar membaca ini masih menempati rumah kontrakan di Jalan Pasuruan 4 Menteng, Jakarta Pusat. Rumah bertingkat dua itu ditinggalinya bersama istrinya. Sementara itu, rumahnya sendiri di Jalan Tulungagung, tak jauh dari rumah kontrakannya, tidak ditempati. Tidak jelas apa alasannya.

Di garasi rumah yang lumayan besar itu, terparkir tiga Mercedez Benz tipe 300 E dan satu BWM seri 740 iL. Sinivasan lebih suka mengendarai Volvo 960 hitam nomor B1142NO ketimbang empat mobil lainnya itu.

Ada kebiasaan menarik dari keseharian Sinivasan: ia harus tidur minimal enam jam sehari. "Kalau kurang tidur, konsentrasi saya menurun," katanya. Rupanya, kebiasaan itu sudah "bawaan" sejak remaja. Bahkan, dulu lebih dahsyat lagi. Lelaki yang kini memimpin 30-an perusahaan ini biasa tidur sampai delapan jam sehari. Toh, ia tidak pernah kekurangan waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. "Kuncinya adalah memanfaatkan jam kerja sebaik mungkin," katanya. Pukul 7.30, ia sudah asyik di ruang kerja dan baru pulang setelah larut malam.

***
Berbagai predikat negatif sudah diberikan kepadanya. Sebut saja pengusaha hitam, pengusaha edan, tukang suap, kriminal, pendiri pabrik rongsokan, dan sebagainya. Tapi, Marimutu Sinivasan, CEO Texmaco Group tampak tetap tegar.
Dia tidak terlalu ambil pusing atas berbagai penilaian itu. Karena dia merasa apa dibuat adalah untuk kepentingan bangsa dan negara. Sinivasan berobsesi membangun industri engineering demi kemajuan bangsa dan negara. Pengusaha yang tak sempat main golf dan tenis ini yakin, suatu saat, bisnis engineering yang dibangunnya akan menjadi andalan.
Industri engineering, khususnya otomotif di tanah iir adalah killing field. Manakala Indonesia ingin membangun industri otomotif nasional selalu dibantai. Seperti halnya sedan Timor yang sempat menurunkan harga mobil, tapi dibantai kiri-kanan. Meski ladang pembantaian, Sinivasan tak surut. Jika Jepang dan Korsel mampu mandiri dalam bidang industri barang modal dan otomotif, Indonesia juga bisa. Indonesia tak perlu inferior. “Bung Karno bilang, kita bukan bangsa tempe, dan saya ingin mewujudkan kebenaran pandangan itu,“ ujar ayah enam anak yang merintis usaha dari nol sejak 39 tahun silam.
Tanpa tedeng aling-aling, pengusaha yang tetap tampak energik itu menanggapi berbagai penilaian buruk kepadanya.

Perihal utang Texmaco.
Utang Texmaco yang berjumlah Rp 16,5 triliun itu, awalnya sekitar Rp 7 triliun. Karena pinjaman diperoleh dalam dolar pada kurs Rp 2.400 per dolar AS. Waktu itu, bunga pinjaman dolar sekitar 11 persen, sedang rupiah sekitar 22 persen.
Ketika terjadi krisis ekonomi, sebagian pinjaman dolar ditukar pada kurs Rp 10.000 dan Rp 12.000 oleh bank kreditor. Dengan melemahnya nilai rupiah, maka utang Texmaco membengkak menjadi Rp 16,5 triliun.
Kredit itu berjangka waktu 7-8 tahun. Tapi, konsultan, yang ditunjuk oleh BPPN, menilai bahwa kredit ini dapat dibayar kembali dalam waktu 11 tahun. Acuan restruksturisasi adalah cash flow perusahaan. Semua aset Texmaco sudah diserahkan ke BPPN.
Marimutu merasa heran kenapa ada yang mengaku pengamat ekonomi terlalu memandang negatif terhadap Texmaco. Namun dia mengagumi ekonom senior seperti Sumitro Djojohadikusum, Mohammad Sadli, Frans Seda, dan Emil Salim. Karena komentar mereka tentang suatu masalah ekonomi bersih dari unsur kepentingan.

Kedekatan dengan Pak Harto dan BJ Habibie. Bahkan bisa merebut simpati Gus Dur dan Megawati.
Marimutu tidak merasa ada perlakuan khusus dari para pemimpin itu. “Kalau saya diberi hak monopoli, kemudahan mendapat dana, pembebasan dari proses hukum, dan sebagainya, itu baru namanya perlakuan khusus,” katanya.
Tapi, silakan teliti,mana ada bisnis tekstil yang monopoli? Begitu memasuki bisnis engineering, apakah Texmaco meminta hak monopoli? “Kami memasuki bisnis dengan kesadaran penuh untuk menghadapi persaingan dan pasar bebas,” ujarnya.
Mengenai kedekatan dengan Soeharto? Apakah Texmaco mendapat hak monopoli selama 32 tahun seperti sejumlah perusahaan milik konglomerat tertentu?
“Saya mendapatkan kredit lewat prosedur biasa. Tidak ada unsur KKN dalam proses mendapatkan kredit. Toh, selain dari Bank domestik, Texmaco mendapat pinjaman sekitar 1,3 miliar dollar AS dari lembaga keuangan asing. Pinjaman dari lembaga keuangan asing itu tak bisa diperoleh dengan KKN, tapi berdasarkan pertimbangan bisnis murni,” tegasnya.
Sebelum krisis, 1997, Texmaco sudah menjadi nasabah BNI selama lebih dari 30 tahun. Selama kurun waktu itu, tidak pernah terjadi default pembayran bunga maupun angsuran. Bahkan Texmaco membayar kembali 500 juta dollar AS kreditnya kepada BNI dan BRI. Setelah pengembalian uang tersebut, Texmaco memasuki bidang engineering dengan mengajukan 1 miliar dolar AS kredit untuk engineering dari BNI, BRI dan beberapa bank lainnya dalam suatu konsorsium. Permohonan itu disetujui karena track-record Texmaco dinilai patut dan layak menerima kredit tersebut.
Texmaco hanya mendapatkan penjadwalan ulang. Itu wajar, karena sesuai dengan sakala usaha Texmaco dan hasil due diligence pihak ketiga . Lagi pula, sebelum krisis, Texmaco mendapat grace period sekitar dua tahun dan pembayaran kembali 5-6 tahun.
Selain itu, pemerintah kini menguasai 70 persen Texmaco (Newco). Pihak BPPN sudah menjelsakan, porsi kepemilikan 70 – 30 persen di Newco di maksudkan untuk memberikan voting rigts kepada pemerintah dalam mengamankan aset-aset Texmaco. Dengan menguasai mayoritas, maka tak ada penjualan aset Texmaco yang diluar persetujuan BPPN.
Pola restrukturisasi utang Texmaco lebih tepat disebut rescheduling atau penjadwalan ulang. Bukan debt to equity swap. Dan itu sangat wajar, mengingat krisis ekonomi yang begitu dalam – yang antara lain disebabkan oleh kebijakan pemerintah – melipatgandakan jumlah utang. Dengan penjadwalan ulang, utang tetap utang, dan untuk melunasi utang itu diterbitkan exchangeable bonds.
Kwik Kian Gie saat menjabat Menko Ekuin pernah meneudingnya dengan kata pengusaha hitam. Marimutu manggapinya dingin. Menurutnya, kata pengusaha hitam itu lebih bekonotasi rasial. “Apa karena kulit saya ini hitam, maka dibilang pengusaha hitam? Mereka kerap menyebut saya pengusaha keturunan India. Padahal, saya sudah generasi ketiga di Indonesia dan sungguh-sungguh merasa sebagai orang Indonesia. tak mode lagi kita bicara soal SARA. Pengusaha hitam dalam arti moral, saya tak mengerti. Karena kita tak bisa dengan mudah menilai moral seorang, apalagi hanya berdasarkan isu,” katanya.
Texmaco dinilai piawai dalam melobi sehingga selalu survive dalam setiap rezim, mulai dari rezim Soeharto, Habibie, Gus Dur hingga Megawati.
“Kalau kami jago melobi, maka takkan ada pers yang ngerjain Texmaco. Saya akan melobi konglomerat pers, Jakob Oetama, dan para pimpinan media massa terkemuka di negeri ini,” kata Sinivasan
Dia pun mengingatkan kata-kata Goobels, menteri penerangan dan propaganda masa Hitler. Goobels bilang, kebohongan yang digulirkan terus menerus, suatu saat, akan dirasakan sebagai kebenaran. Begitu juga berita bohong tentang Texmaco.
Pabrik engineering Texmaco dibilang barang rongsokan. Stir dan rem truk Perkasa diisukan berkualitas jelek. Mereka tak paham atau pura-pura tak paham bahwa truk Perkasa menggunakan rem angin atau air brakes dan stirnya sudah menggunakan power steering, dan semua mengunakan lisensi dari jerman dan Inggris. Truk Perkasa sudah masuk kategori Euro I dilihat dari emisi gasnya, dan pada tahun depan menjadi Euro II. Banyak truk dan kendaraan di Indonesia saat ini masih belum masuk Euro I dalam hal polusinya.
“Mereka menyebut saya tukang suap. Ada juga berita yang menyebutkan, Rizal Ramli itu konsultan Texmaco dan taufik Kiemas pernah komisaris Texmaco. Sejumlah media terus-menerus menghembus isu pengusaha hitam. Malah sebuah majalah berita mingguan dalam opininya menyatakan, Sinivasan adalah kriminal. Perlu ada poster ‘wanted’ lengkap dengan foto yang disebarkan ke seluruh pelosok negeri.
Opini media itu menyatakan saya tak kooperatif. Padahal, tak pernah satu kalipun saya menolak penggilan Kejakgung. Dan saya juga tak meminta pengampunan utang.
Utang bukan dosa, dan kami besedia membayar semua utang itu. Itu semua dalah trial by the press yang dilakukan dengan sistematis oleh pers yang berkolaborasi dengan kelompok kepentingan tertentu yang menghendaki Texmaco hancur.

Demi Bangsa
Sejak muda, saya sangat terkesan dengan pemikiran para founding father kita. Bung Karno berupaya membangkitkan harga diri bangsa dengan menancapkan pandangan bahwa “ kita bukan bangsa tempe “. Bung Hatta menekankan pentingnya upaya meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat, antara lain, lewat koperasi. Sedang Bung Sjahrir mengemukakan pentingnya industrialisasi, modernisasi, dan mekanisasi mulai dari desa-desa.
Saya berupaya melaksanakan gagasan para founding father dengan mengembangkan intellectual capital serta membangun industri engeneering terpadu. Saat ini, ada sekitar 3.000 sarjana yang bekerja di Texmaco.
Para sarjana itu mampu mendesain, membuat mesin-mesin yang digerakkan oleh komputer yang seluruh produk elektroniknya dirancang dan dibangun di Indonesia. Mereka bisa membuat 80 persen mesin industri otomotif, traktor, diesel, transmisi, industri tekstil, alat-alat industri baja dan sebagainya. Semua itu dikerjakan putra Indonesia. Mungkin hanya sekitar 20 persen komponen yang masih diimpor.

Berapa besar aset intelektual yang sudah diciptakan Texmaco?
Mereka mampu membuat mesin tekstil, mesin perkakas berstandar dunia, dan rancang bangun. Kini mereka juga mulai membuat aneka mesin, komponen otomotif, motor, traktor, truk, hingga mobil penumpang. Inilah intangible assets atau aset maya yang tak ternilai harganya.

Mampukah menembus pasar dunia?
Coba tengok Jepang dan Korsel. Saat otomotif Eropa dan AS sudah sangat maju, Jepang belum apa-apa. Kemudian, Korsel baru mencapai tahap kemajuan berarti dalam sepuluh tahun belakangan.
Indonesia sudah melahirkan banyak orang pandai dibidang teknologi. Yang kurang cuma visi dan keberaian para pengambil keputuasan, sikap inferior sekelompok pengamat,kuatnya kepentingan tertentu yang tak menghendaki negara ini mandiri.
Jika kebijakan jangka panjang mendukung, para pengamat tidak onferior, dan tak ada pihak yang terjebak dalam kepentingan yang merugikan bangsa dan negara, bangsa ini bisa menghasilkan produk yang tak kalah dibanding bangsa lain. Produk engineering Texmaco, misalnya, sudah menembus sejumlah negara.
Saat ini, empat perusahaan dari tiga negara adidaya membeli produk Texmaco. General Electric (GE) dari AS memesan komponen gas turbin, generator, dan lokomotif. Tahun 2000, pesanan komponen gas turbin dari Gesekitar 12 juta dolar AS, dan tahun 2001 meningkat menjadi 25 juta dolar AS.
Sedang Hitachi Zosen Corporation, Jepang, memesan berbagai jenis mesin, antara lain untuk kilang minyak, pembangkit listrik,pabrik gula hinga mesin pengolah limbah dan pengolah air laut menjadi air minum. Tehun depan, Hitachi akan memesan komponen, seperti heat exchanger dan furnace senilai 15 juta dolar AS.Texmaco juga akan dilibatkan Hitachi dalam menggarap proyek MRT di luar negeri.
Perkembangan terakhir, Texmaco sudah mendapat pesanan dari dua perusahaan Jerman, Siemens dan Krupps. Siemens, memesan kompnen boikler tenaga listrik uap, sedang krupps alat pertambangan.
Kemudian, Texmaco diikutkan dalam tender di Abudhabi untuk memperebutkan proyek sinilai 60juta dollar. Ikut dalam tender itu perusahaan asal Jepang dan Perancis. Sejumlah negara adidaya yang sudah memesan produk Texmaco menunujukkan bahwa produk Texmaco sudah setara dengan produk perusahaan besar dunia. Para pengkritik Texmaco perlu mempelajari terlebih dahulu kemampuan Texmaco.


Kiat meningkatkan kualitas produk engineering Texmaco?
Kami selalu melakukan bench marking supaya peoduk Texmaco setara dengan produk-produk terbaik di AS, Eropa dan jepang. Texmaco sudah mendapatkan ISO 9001, 9002, dan pada tahun 2001 semua perusahaan Texmaco sudah menerapkan Six Techniques Manufacturing, yang diterapkan oleh GE dan Motorola untuk menjamin zero defect dan produktifitas.
Pihak yang berkomentar negatif tentang truk Texmaco itu pasti orang suruhan dari kelompok kepentingan tertentu. Mereka berkomentar negatif agar produk Texmaco tak laku dijual dan Indonesia terus-menerus tergantung pada produk impor atau produk assembling.
Yang dibangun Texmaco bukanlah industri ringan, misalnya memproses tepung terigu menjadi mie atau batu kapur menjadii semen, Industri yang dibangun Texmaco tak bisa dibanding dengan perusahaan yang dibangun hanya untuk mengejar keuntungan jangka pendek.
Industri engineering yang dibangun Texmaco di Kaliwungu, Karawang dan Subang menjadi tulang punggung industri otomotif, perkapalan, permesinan dan rekayasa, dan sebagainya. Bisa dibayangkan,bila Texmaco sudah mulai memproduksi secara massal mesin tekstil, mesin perkakas, semua jenis mesin, peralatan industri berat,baja, alloysteel, seamless tube, truk, traktor, mobil, dan sebagainya, maka ketergantungan terhadap impor bakal menurun jauh. Kemandirian Indonesia lebih tinggi lagi jika sejumlah perusahaan nasional seperti Bukaka, Bakrie Brothers, Pidad, PAL,PN Dok, IPTN, Barata, Boma, Bisma, Guna Nusa,dan sebagainya sudah berproduksi
Secara normal, dan saling mendukung di antara perusahaan engineering tersebut.
Di luar tekstil, yang dibangun Texmaco bukan hanya otomotif, melainkan engineering terpadu. Bisnis otomotif hanya sekitar 20 persen dari total bisnis engineering yang dirintis sejak 1978. Texmaco kini memproduksi berbagai jenis komponen dari logam, mesin tekstil, mesin perkakas – antaralain CNC (computer numerically controlled) dan mesin perkakas serba guna – peralatan berat, komponen mesin, komponen otomotif seperti blok silinder, gear boxes, gers, dsb.
Industri engineering Texmaco yang terletak di Klaiwungu (Jateng), kKrawang dan Subang (Jabar) adalah yang terbesar di Asia Tenggara. Texmaco memiliki foundry atau industri peleburan logam dan sudah menguasai teknologi rancang bangun dan pabrikasi berkelas dunia. Pabrik PTA (purified terepthalic acid)milik Texmaco dibangun sendiri oleh Texmaco.
Di bidang otomotif, Texmaco sudah membuat truk, traktor, dan bus. Kemudian akan mulai memproduksi mobil penumpang kelas kendaraan niaga kategori satu.
Kita ini negara agraris dengan penduduk besar, tapi sektor pertanian dan agrobisnis justru tercecer. Texmaco ingin memproduksi berbagai jenis mesin untuk pertanian dan perikanan, traktor untuk mengolah lahan pertanian,dan mobil untuk alat transportasi rakyat.
Ini semua membutuhkan investasi besar. Daewoo dan Hyundai, Korsel menanamkan dana sekitar 70 miliar dolar AS untuk membangun industri engineering yang integrated. Yang dilakukan Texmaco tak banyak beda dengan Daewoo dan Hyundai, tapi investasi yang sudah dikeluarkan baru sekitar 1,8 miliar dolar AS. Di negara lain, industri engineering yang terintegrasi seperti Texmaco memang mendapat dukungan pemerintah dan masyarakat.

Apa karya yang paling Anda banggakan?
Saya ingin menjadi salah seorang yang membangun industri engineering, otomotif, dan elektronik di Indonesia dalam arti sesungguhnya. Seperti cita-cita para founding fathers, kita bisa menunjukkan kepada dunia bahwa kita bukanlah bangsa tempe. Itulah kebanggaan saya.

Kesibukan Anda setiap hari?
Bangun pagi, olah raga ringan di rumah, membacadan ke kantor. Saya bekerja hingga sore, dan kadang-kadang, hingga di atas pukul 18.00 hari Sabtu saya juga ke kantor.
Bukannya main golf?
Tak pernah dan tak berminat. main tenis pun tidak. Kalau olah raga,ya,di rumah saja. Waktu luang saya gunakan untuk membaca.

Nggak menikmati hidup, dong. Siapa bilang. Kalau ukuran menikmati hidup adalah jenis olah raga kan terlalu sederhana. Kita harus memperhatikan fungsi olah raga sebagai sarana olah badan untuk mencapai kebugaran. Bagaimana menikmati hidup kan sangat tergantung pada pandangan kita terhadap hidup itu sendiri. Saya bahagia bila saya berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain, minimal tak merugikan.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), dari Investor dan berbagai sumber)

Kamis, 01 Mei 2008

MAY DAY 2008



MAY DAY 2008

A world of reasons for ALL workers to unite

This May Day, International Workers’ Day, there will be plenty of reasons for workers in the United States—and around the world—to take to the streets in protest over their conditions and to raise their demands.

There are of course the issues around disastrous layoffs, shrinking pay, speedup, shortened hours and other deteriorating working conditions.

But also on the agenda are the many ways in which the workers and their communities find themselves under assault from a billionaire class that uses racism, sexism, homophobia, immigrant bashing and pro-war propaganda to keep the people from being able to fight back effectively.

It was a huge outpouring of immigrant workers on May 1, 2006, organized rapidly and from the grassroots in response to legislation threatening their rights, that restored May Day in the United States as the premier day of workers’ struggle.

For decades, since the rabidly right-wing period of the 1950s known as McCarthyism, May Day had been suppressed in this country as “too left.” It was “unpatriotic” to march in synch with millions of workers all over the world demanding a better life—even though May Day actually originated in the struggle of workers in Chicago in 1886. Unions here were restricted to parades on Labor Day that left out the broader social issues.

But now it is clearer than ever that the problems workers face are global—and international working-class solidarity is vital to the solution.

The immigrant workers who brought back May Day have been the target of massive government repression since then. This year’s marches by workers of all backgrounds must be dedicated to the tens of thousands who can’t participate because they have been subjected to widespread raids, arrests and deportations that have torn apart families and left them destitute.

This year, courageous longshore workers will be shutting down the West Coast ports for eight hours on May 1 in a strike against the war in Iraq and Afghanistan. Other unions are pledging their support, showing that workers in this country believe this endless war, with its horrendous casualties and enormous cost, is definitely an issue for the labor movement.

In many parts of the country, particularly the Midwest, the epidemic of housing foreclosures and the demand for a moratorium will be raised as an urgent issue on May Day. Workers there are being hit with a double whammy: losing jobs with union pay just as the cost of subprime mortgages is ballooning. Being jobless and homeless is a worker’s worst nightmare.

This nightmare is compounded for many tens of millions in the United States by racism and national oppression. Black workers, as well as Latin@s, are losing their jobs and homes in disproportionate numbers. The survivors of Katrina, those who made it through the hurricane and flooding only to almost perish of neglect in the aftermath, are struggling to actually keep decent public housing from being torn down in New Orleans.

The U.S. prison system, by far the largest in the world, is stuffed with people of color who are locked up for supposed “crimes” of survival. A recent study showed the U.S. rate of incarceration is five times the world average!

And while corporate criminals who swindle billions of dollars get out in a few months or years—assuming they ever go to jail at all—there are countless African American, Native and Latin@ prisoners, like Mumia Abu-Jamal, the Angola 3 and Leonard Peltier, who spend most of their lives behind bars because they refuse to knuckle under to the system. They are truly political prisoners, as are the Cuban 5 who tried to shield their country from U.S.-based terrorists.

It is workers and the poor who are injured the most by corporate industrial pollution, not only where they work and live, but as people on a planet rapidly being degraded by global warming.

The good news is that while women’s oppression intensifies with deteriorating economic conditions, it is women organizing into unions who have brought about the growth of the labor movement in the last couple of years.

All these issues rightfully belong in the May Day marches, along with so many more concrete examples of why the working class needs to unite and fight, together with our sisters and brothers around the world, against the super-rich class that is spreading misery to all four corners of the globe.

Google